Langsung ke konten utama

Ketika semua hampir berakhir

Bab 1. Langit yang kelam

Langit seketika memancarkan warna kelam yang membuatku takut. Aku tinggal terpisah dari keluargaku karena aku tinggal di sebuah kostan kecil dipinggir kota The Vok.
Aku dan teman teman merasakan hal yang sama tentang langit disore hari itu. Warna gelap orange memancarkan kegelapan saat itu. Apakah kiamat akan tiba, pikiran itu membuatku takut. Ingin aku menghubungi kedua orangtuaku tapi, pulsa tak mencukupi dan WiFi kosan tiba tiba eror. Hal ini yang membuatku tambah gelisah.
Tiba tiba ada seseorang mengenakan seragam ojek online berwarna hitam dan kuning mendatangi kosanku.    Dia seperti orang sekarat , memegangi perutnya terus menerus seakan perutnya itu ingin meledak, dia datang tanpa motornya. Orang itu tiba tiba setengah jatuh seakan dirinya memang sangat sekarat. Hal Itu membuatku takut, hal sama seperti mimpiku.

Aku, Widi dan Cindy kedua teman kosanku yang melihat dari balik pintu kaca kaget. Widi yang bergerak pertama segera membukakan pintu.

"Mas, mas kenapa ya? " Tanya Widi yang membukakan pintu

"Mba, tolong saya, entah kenapa tubuh saya aneh" jawab mas mas itu, tak ada darah ataupun luka yang terlihat. Tapi orang itu kelihatan sekarat

"Widi, kita panggilkan orang lain " cegah Cindy

Tapi entah kenapa disekitar kosan seperti sepi. Memang daerah kosan ku terbilang sepi

"Kenapa semua terlihat sepi disaat begini?" Heran Widi
"Kita tolong dulu mas ini, biar aku meminta bantuan ayah " saran Widi, ayah yang dimaksud Widi adalah Ayah dari Kekasihnya yang memiliki warung tak jauh dari depan kosanku.

"Mara, kenapa kau hanya diam, cepat bantu orang ini" panik Cindy yang hendak mengangkat orang itu yang sudah ambruk ketanah.

"Kenapa.. tidak kita biarkan saja dia di situ" aku berusaha membuat kata kata bahwa aku tidak mau membantu orang itu.

"Kau ini kenapa Mara? "Tanya Cindy heran, kulihat Widi berlari kerumah Ayah pemilik warung yang berada di depann kosanku "cepatlah bantu orang ini, kasihan orang ini" lanjut Cindy dengan logat Ambonnya

Aku bergerak mundur masih tak mau membantu "tidakkah terlihat aneh, suasana jadi sangat sepi, dan orang sekarat ini datang, mungkin dia adalah zombie"

Cindy yang sedari tadi memegang bahu orang sekarat itu melepaskan tangannya dengan kaget "kau itu kebanyakan baca cerita seram" tiba tiba Cindy merasakan ada yang aneh dengan orang sekarat itu,
"Sepertinya orang ini tidak bernapas lagi " tanpa memegangnya kembali Cindy menduga orang itu tak bernapas lagi.

Kata Cindy itu membuatku membeku "Cindy cepat masuk, aku tak mau dia berubah jadi zombie" teriakku kepada Cindy yang masih diluar

Cindy berlari masuk dan mengunci pintu dari dalam. Dan aku menarik sofa untuk menahan pintu.

Kulihat dari kaca Widi membawa Ayah dan teman teman Ayah.

"Kenapa kalian tinggalkan orang ini" tanya Widi dari luar yang masih bisa kudengar dari dalam

"Widi larilah, dia adalah zombie"teriakku dari dalam dengan ketakutan, kulihat Cindy pucat. Tapi aku lihat Widi malah berlari ke arah dapur dan Ayah berserta teman temannya membopong pria sekarat yang sudah mati itu mengikuti Widi. Dalam hatiku apa yang Widi lakukan

Aku berlari ke arah dapur yang cukup dekat. Kak Ana dan Kak Hera akhirnya keluar dari kamarnya masing masing.

"Ada apa ini? Kenapa dari tadi ribut sekali?" Tanya Kak Ana, Cindy menjelaskannya karena aku mengabaikan pertanyaan Kak Ana untuk menuju ke pintu dapur

Aku memperhatikan pintu dapur yang akhirnya dibuka oleh Widi dan terlihat orang orang ayah yang membopong mayat pria itu.

"Pak masukkan dia ke kamar saya saja" Kak Ana membukakan pintu kamarnya yang tak jauh dari dapur

"Kak, kau tidak takut membawa mayat itu ke kamarmu?" Tanyaku heran

"Aku juga tak tahu kenapa, tapi kamarku yang terdekat, lebih baik kau hubungi ambulan atau rumah sakit" jawabnya.

Aku panik untuk menghubungi kedua fasilitas gawat darurat itu, dengan masalah tak ada pulsa dan nomor apa yang harus kuhubungi, Cindy juga bingung, Widi dan Kak Hera terlihat membantu Kak Ana menyediakan pertolongan pertama, mereka pikir siapa tahu pria itu hanya tak bisa bernapas sesaat.

Disaat aku dan Cindy bingung untuk berbuat sesuatu, terdengar teriakan dari dalam kamar Kak Ana yang dipintu yang dikerubungi oleh orang orang ayah.

"Argghhh, orang ini tiba tiba mengeluarkan darah" salah seorang orang orang ayah berkata seperti itu.

Mereka bubar ketika Kak Ana, Kak Hera, dan Widi keluar dari kamar dan Kak Ana menutup pintu kamarnya.

"Apakah kalian sudah menghubungi ambulan" tanya Kak Ana, aku dan Cindy memberitahunya bahwa kami berdua bingung, Kak Ana terlihat kesal "Hpku didalam, Widi kau bisa?" Kak Ana menyerahkan masalah itu ke Widi

Widi langsung berlari mengambil Hpnya, dan menelepon.

Orang orang Ayah yang sudah kuhitung ada 4 orang termasuk Ayah menanyakan ada apa kepada Kak Ana.

"Ada apa mba? Kenapa tiba tiba mba panik "tanya Ayah

"Orang itu tiba tiba kejang dan mengeluarkan darah dari sekitar tubuhnya , dan matanya berwarna merah, tatapannya seperti melotot pada kami" jawab kak Ana panik

Aku yang mendengar itu langsung berlari kearah kamar Kak Ana yang tidak tertutup rapat, aku lihat orang sekarat itu berdiri memegangi perutnya  dengan sekujur tubuhnya penuh darah seakan dia habis mandi darah dan diam membeku , dalam hati aku berpikir apa yang dia lakukan, gambaran yang kulihat itu seperti dalam mimpiku. Aku berpikir dia telah berubah , niatku menutup rapat pintu  menjadi takut karena berpikir dia telah menjadi zombie

Aku berlari ke arah ruang tamu yang dipenuhi orang orang dan mengambil Hpku yang berada di sofa, aku mengantongi Hpku disaku celanaku. aku menuju pintu depan yang telah aku halangi dengan sofa, terlihat Cindy yang ketakutan duduk di sofa itu. Kepanikan ku tambah menjadi karena kunci yang biasanya tergantung dipintu itu tak ada. Aku pusing, karena panik aku tak mencarinya aku memikirkan masalah kapan orang itu akan menyerang, tapi aku masih diam ketakutan dan tak bisa berkata apa apa ke orang orang diruang tamu itu. Tiba tiba orang sekarat itu berlari keluar menuju kami ke ruang tamu dengan tatapan seram seperti zombie. Semua berlari ketakutan, karena pintu depan terkunci, satu satunya jalan keluar adalah melewati zombie itu menuju pintu dapur. Tenang ini hanya satu zombie pikirku.

Zombie itu berlari kearah aku dan Cindy yang ada diujung pintu masuk, karena semua orang telah berlari menuju dapur ramai ramai , mau tak mau aku harus menolong Cindy dan melewetai zombi itu. aku melihat gagang sapu tak jauh disampingku dan memberanikan diri memukul zombie itu saat menuju kearah kami berdua. Cindy langsung berlari melewati zombie itunya gue sedang reflek kesakitan, aku pun juga berlari kearah dapur. Sayangnya reflek kesakitan zombie itu hanya sebentar dan langsung mengejar aku dan Cindy. Cindy kubiarkan lari duluan dan aku dibelakangnya karena aku masih memegang gagang sapu yang merupakan senjata sedangkan Cindy tidak.

Rasa takutku semakin besar, karena ada  seorang zombie tepat dibelakang ku. Aku tak berani menoleh kebelakang, tapi badanku dan kakiku tiba tiba berhenti saat sudah diujung dapur. Kubiarkan Cindy menuju pintu dapur yang ramai oleh orang orang yang entah siapa mereka. Aku membalikan badan dan langsung memukul zombie itu tanpa melihatnya terlebih dahulu. Zombie itu langsung menyerangku, aku menendang bagian perutnya, berkali kali sampai dia terpojok. Aku menekan dadanya dengan kakiku dari jarak jauh agar dia tidak menyerangku, dan dengan cepat aku mengancungkan gagang sapu kearah mulutnya saat kedua tangannya  mulai menyentuh kakiku yang mendarat di dadanya. Mulutnya yang terus menganga aku sodorkan gagang sapu dan mendorongnya sampai menembus kepalanya sekuat tenagaku. Aku hanya bisa berpikir bahwa melakukan ini bisa membuatnya mati. Dalam harapku gagang itu tajam tetapi tiba tiba saja gagang itu dapat menembus kepalanya sampai zombie itu tak bergerak kembali. Aku menjauh pelan, dan zombie itu langsung ambruk dengan tatapan kosong kearah langit langit dapur dengan mulut menganga dan gagang sapu masih tertancap. Orang orang yang menyaksikan itu bertepuk riuh, tapi seketika badanku lemas dan pandanganku kabur. Sepertinya aku pingsan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar Teori Pewarnaan Spora Metode Klein & Schaeffer dan Fulton

JUDUL                           : Pewarnaan Spora Hari / Tanggal                  : Sabtu, 23 Maret 2013 Tujuan                             : untuk melihat spora pada bakteri Metode                           : 1.) Klein                                          2.)Schaeffer dan Fulton Dasar Teori                      : Spora bakteri (endospora) tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa, diperlukan teknik pewarnaan khusus. Pewarnaan Klein adalah pewarnaan spora yang paling banyak digunakan. Endospora sulit diwarnai dengan metode Gram. Untuk pewarnaan endspores, perlu dilakukan pemanasan supaya cat malachite hijau  bisa masuk ke dalam spora , seperti halnya pada pewarnaan  Basil Tahan Asam dimana cat  carbol   fuschsin  harus dipanaskan untuk bisa menembus  lapisan lilin asam mycolic  dari Mycobacterium . Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central), ujung

Dasar Teori pewarnaan Granula Metode Albert

JUDUL              : PEWARNAAN GRANULA Hari / tanggal      : Sabtu, 09 Maret 2013 Tujuan                : untuk melihat granula kuman, dengan metode Albert Dasar Teori         :     Di antara bakteri bentuk batang Gram positif, ada yang di dalam selnya ditemukan granula polifosfat yang disebut juga granula metakromatik atau volutin bodies. granula ini bersifat kromofil dan metakromatik yang berarti mempunyai aktivitas kuat terhadap zat-zat warna, dan seringkali tampak lain dari zat warna yang diberikan. Berikut adalah langkah-langkah pengecetannya: 1. Sebagai bahan cat disediakan tiga macam larutan, yaitu: Neisser A isinya methylen blue Neisser B isinya gentian violet Neisser C isinya chrysoidin (berwarna kuning) 2. Untuk pengecetan pertama digunakan larutan A dan B yang dicampur sesaat sebelum pengecatan dalam perbandingan dua bagian larutan A dengan satu bagian larutan B. Lama pengecatan adalah setengah menit 3. Setelah campuran tersebut dibuang preparat di